1.    Pengertian

Diener (1984) menjelaskan bahwa well-being atau kesejahteraan kita akan berdampak pada sikap dan emosi. Bila individu merasa bahagia, sejahtera dalam kondisinya, maka ia dapat menunjukkan sikap dan emosi yang positif. Sebaliknya, bila individu tidak merasa bahagia  maka yang bersangkutan akan merasa cemas, dapat memiliki sikap dan emosi negatif.

Well-being adalah terpenuhinya kebutuhan tertentu dalam diri manusia. Konsep well-being ini kemudian dikonstruksi oleh Konu dan Rimpela (2002) dalam konteks sekolah (school well-being). School well-being adalah kondisi dimana individu dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik materiil maupun non-materiil di sekolah sosial.

2.    Tujuan

Tujuan penerapan school well-being dalam pembelajaran adalah :

-          Menciptakan lingkungan belajar, aman, inklusif dan mendukung.

-          Meningkatkan keterlibatan (engagement) dan motivasi belajar peserta didik.

-          Mengembangkan ketrampilan sosial-emosional siswa seperti empati, resiliensi dan kerja sama.

-          Mencegah masalah-masalah sosial di sekolah seperti perudungan, kecemasan dan isolasi sosial.

-          Menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman nyata siswa, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.

3.    Dimensi

Konu dan Rimpela (2002) menjelaskan 4 dimensi terkait school well-being yaitu :

1)      Having (memiliki)

Yaitu bagaimana persepsi dan perasaan individu terhadap kondisi sekolah. Dimensi ini meliputi lingkungan fisik sekolah, termasuk kenyamanan, rasa aman, kebisingan, pertukaran udara, ruang terbuka, dan lain sebagainya.

2)      Loving (mencintai)

Mengacu pada lingkungan sosial saat pembelajaran, meliputi hubungan dengan guru, dengan teman sekelas, interaksi dalam kelompok. Dimensi ini pada dasarnya mengacu pada iklim atau suasana di sekolah.

3)      Being (menjadi) mengacu pada bagaimana individu di sekolah menghargai  keberadaan mereka, didengar suaranya  dan menjadi diri mereka sendiri.

4)      Health (status kesehatan) mengacu pada kesehatan fisik dan mental peserta didik dan guru. Sekolah berusaha dan berupaya untuk tidak memberikan tekanan berlebih (stress) dan mempromosikan gaya hidup sehat.

4.    Tantangan

-          Keterbatasan waktu : mengintegrasikan kegiatan yang berfokus pada well-being seringkali dianggap memakan waktu jam pelajaran.

-          Pengukuran yang subjektif : mengukur tingkat kesejahteraan siswa tidak semudah mengukur pemahaman kognitif.

-          Kebutuhan guru : guru memerlukan pemahaman dan pelatihan yang cukup agar dapat menerapkan pendekatan school well-being secara efektif.



0 komentar:

Post a Comment

Aturan berkomentar disini
1. Bebas tapi sopan.
2. Jangan Menyertakan Link Hidup

 
Top